Minggu, 15 Mei 2016



“goresan kata dalam sebuah untaian Jiwa”

MINGGU, MARET, 20, 2016
SEBUAH SINOPSIS
JUDUL : “BERJALAN DIATAS CAHAYA”
JENIS BUKU : NOVEL PERJALANAN DAN RELIGI
PENGARANG : HANUM SALSABIELA RAIS, DKK.
TERBITAN : PT. GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA
HALAMAN  : Xii + 210 HALAMAN
TAHUN TERBIT : 2O11
           Berjalan diatas cahaya adalah sebuah novel lanjutan dari 99 Cahaya di Langit Eropa goresan tinta Hanum Salsabiela Rais.
           Kisah yang dituturkan oleh hanum ketika berkunjung ke Neerach, Swiss. Markus, seorang mualaf yang ingin ditemui Hanum untuk keperluan wawancara memintanya menunggu di kedai bunga yang “aneh”. Dalam kedai itu, hanya ada lampu penerang yang usang. Kedainya pun sangat sederhana, dirakit dari papan kayu, lalu hanya dipaku bagian sudutnya saja. Persis seperti kedai penjual rokok di tepi jalan raya Indonesia. Bedanya, dikedai bunga itu tidak ada penjual yang menunggunya. Pembeli membayar barang yang dibeli dengan langsung meletakan uangnya pada kaleng yang tersedia. Jika ada yang meminta kembalian, tinggal ambil sendiri pada kaleng yang lain. Dan jika tidak ada uang yang tersedia dalam jumlah yang diinginkan, pembeli cukup menulis identitasnya pada notebook yang sudah disediakan, uang kembalianpun akan diantarkan oleh penjual ke alamat yang telah dituliskan dalam notebook. Sungguh praktik kepercayaan yang luar biasa.
          Bagaimana mungkin orang-orang Swiss menerapkan syariat Islam tanpa menumbuhkanya pada konstitusinya?
          Adapun praktik ketulusan, dalam penerbangan ke Wina untuk menyusul suaminya, Hanum bertemu dengan seorang pendekar bercadar. Dari atas pesawat sampai dibandara Wina, banyak pertolongan yang diperoleh Tutie, teman Hanum yang ikut dalam perjalanan ini. Salah satunya, seorang wanita rela bertukar tempat antri dengan Tutie. Alasanya sederhana, karena petugas bandara “senang” dengan orang bercadar. Jadi, dia akan diperiksa lebih lama, hal itu akan membuat Tutie lebih lama menunggu. Sedangkan Tutie harus menunggu bersama anaknya yang baru berusia 6 bulan.
          Ketulusan dan keikhlasan hati sangat terasa. Tutie menuliskan “Sungguh saya ingin kembali kepada para petugas di imigrasi, mengatakan bahwa orang yang mereka tahan lama-lama hanya karena bercadar adalah pendekar saya hari ini. Dia adalah orang baik,  terlepas seperti apa penampilan fisiknya. Cadarnya tak merintanginya berbuat baik kepada orang yang belum dikenalnya, bahkan tak peduli apa agamanya. Hubungan manusia, berhablum minannas lah, yang mendasarinya memberikan tangan untuk sesama.”
           Kisah Rangga, suami Hanum. Dengan kecerdasan yang dimilikinya, melalui game theory yang dimainkannya, Rangga berhasil mengecoh teman-temanya dan memperoleh keuntungan 450 Euro. Jumlah yang fantastis. Namun, Rangga tidak menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadinya melainkan disumbangkan pada organisasi remaja muda-mudi Muslim Linz (LINCO).

KOMENTAR :
          Tidak ada keanehan dan kelangkaan sebuah peristiwa itu diceritakan dalam sebuah novel yang saya baca ini, melainkan budaya-budaya Eropa yang bermayoritas non-Muslim yang telah banyak mengaplikasikan nilai moral kedisiplinan, kejujuran, dan nilai kebaikan lainya. Yang mungkin jarang kita temui di negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia.
Sebuah kedai bunga yang dapat menawarkan tranksaksi kejujuran membuat warga Austria dapat mengimplementasikan budaya kepercayaan ini. Tentu saja ini beresiko. Salah sedikit saja akan berujung pada kerugian. Tapi, tidak untuk kedai bunga tersebut, karena pemiliknya mengandalkan kepercayaan kepada penjual dan pembeli saja. Hal seperti itulah sangat mudah terjadi dan mendatangkan banyak keuntungan. Mungkin ini hanya satu dari sekian novel yang memiliki kejadian sama seperti yang ada pada novel ini.
Novel ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai motivator para Muslim lainnya yang dapat mengisahkan sebuah perjalanan spiritual seseorang dari berbagai negara. Penulis terkadang menuliskan beberapa dialog dalam bahasa Jerman yang merupakan bahasa resmi warga Austria. Novel ini membuat saya terbawa ke dalam dunia mereka, namun ada beberapa hal yang sulit untuk dipahami, karena novel ini terlalu tinggi dalam segi bahasa penulisan bagi saya pribadi. Tetapi saya sangat tertantang dan begitu ketagihan untuk membacanya, karena novel ini didesain lebih menarik dengan banyaknya gambar para tokoh yang berperan di dalamnya sehingga memudahkan saya untuk berimajinasi. Novel ini tidak membuat saya penasaran lagi dengan rupa dan suasana kehidupan disana, walaupun gambar yang dibuat tidak berwarna.

        Hidup adalah bagaimana sebuah proses suatu kejadian dapat terjadi dimana manusia adalah pemeran utamanya.
Sebaik-baik manusia adalah mereka yang terus berjalan di atas sebuah cahaya…… 



"SALSABILA FIRDAUS 00:01 AM."
SEMOGA INI BISA DIJADIKAN INSPIRASI UNTUK PARA PEMBACA, AGAR PARA PEMBACA BISA MASUK KE DALAM DUNIA NOVEL TERSEBUT.
SEKIAN. TERIMA KASIH.